Pengertian Keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam
tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua
ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu
menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan
dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh
benda atau hasil yang sama. kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan
menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi
tersebut berarti ketidak adilan. Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri
manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan
perasaannya dikendalikan oleh akal. Lain lagi pendapat Socrates yang memproyeksikan
keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga
negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya
dengan baik.
Mengapa
diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan
dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat lain: Keadilan terjadi apabila anak
sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, rnasing-masing
telah melaksanakan kewajibannya. Pcndapat ini terbatas pada nilai-nilai
tcrtentu yang sudah diyakini atau discpakati.
Al-qur’an menggunakan pengertian yang
berbeda-beda bagi kata atau istilah yang bersangkut-paut dengan keadilan.
Bahkan kata yang digunakan untuk menampilkan sisi atau wawasan keadilan juga
tidak selalu berasal dari akar kata ‘adl. Kata-kata sinonim seperti qisth,
hukm dan sebagainya digunakan oleh Al-qur’an dalam pengertian
keadilan. Sedangkan kata ‘adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa
saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (ta’dilu,
dalam arti mempersekutukan Tuhan dan ‘adl dalam arti tebusan).
Allah SWT. Berfirman :
Artinya : Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS.
An-Nahl : 90)
Keadilan didefinisikan sebagai
“menempatkan sesuatu secara proporsional” dan “memberikan hak kepada
pemiliknya”. Definisi ini memperlihatkan, dia selalu berkaitan dengan pemenuhan
hak seseorang atas orang lain yang seharusnya dia terima tanpa diminta karena
hak itu ada dan menjadi miliknya. Dalam hal jender, wujud pemenuhan hak atas
wanita masih merupakan masalah kemanusiaan yang serius. Secara sosial,
kebudayaan, ekonomi dan politik masih merendahkan wanita. Persepsi masih
melekatkan yang merendahkan, mendiskriminasi dan memarjinalkan mereka.Dalam
persepsi satu-satunya potensi wanita yang paling sering ditonjolkan adalah
fisiknya. Tubuh wanita seakan sah dieksploitasi, secara intelektual, ekonomi
dan seksual, melalui beragam cara dan bentuknya di ruang privat maupun publik.
Gerakan emansipasi wanita telah
berjasa besar dalam menghantarkan kaum wanita Indonesia menuju mimbar
kehormatan dan gerbang kebebasan, harus dipahami kebebasan bukan berarti
kebablasan. Realita melintas ditengah-tengah kehidupan modern, bahwa wanita
tidak lagi dipandang sebelah mata, lebih dihargai dan dihormati. Kini banyak
wanita menuntut kesamaan hak dengan pria, kesamaan untuk berkompetisi dalam
dunia liberal dan terbebas dari ikatan kebudayaan. Dengan dalil mendobrak
persepsi jender kaum feminis dengan mengusung gerakan emasipasi. “The end of
the institution of marriage is a necessary condition for the liberation of
women” (Declaration of Feminism, 1971). Dari deklarasi tersebut, kaum feminis
menganggap institusi pernikahan sebagai The Frakenstein Monster (dalam film
horor: frankeinstein sesosok mayat manusia dihidupkan kembali dan memiliki rupa
menyeramkan, sadis, bahkan menjijikkan) harus diperangi demi kebebasan wanita.
Selain itu, Robin Morgan, Editor Ms.
Magazine (majalah kebangsaan kaum feminis), mengatakan bahwa pernikahan hanya
akan menghambat kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Bahkan Sheila
Cronin, tokoh terkemuka kaum feminis menganggap pernikahan tak ubah sebagai
praktik perbudakan terhadap perempuan. Cobalah kita kembali pada fitrah kita
sebagai mahluk Tuhan. Pria dan wanita sampai hari kiamatpun tidak akan bisa
sama karena memang tidak sama. Dan perlu diketahui bahwa keduanya bukanlah
pesaing yang saling mengalahkan dan dikalahkan. Terlalu naif bagi pria apabila
ia bersaing dan ingin mengalahkan wanita dan terlalu berlebihan juga apabila
wanita minta disamakan dan bahkan ingin mengalahkan pria dengan gerakan
emansipsi wanita yang kebablasan.
Kedua mahluk itu secara prinsip
memang berbeda baik secara fisik maupun non fisik. Pria dengan segala
kekuatannya, kemampuannya dan ketegasannya sangat mengedepankan logika,
sedangkan wanita dengan kelembutannya dan kasih sayangnya mengandalkan perasaannya.
Dengan demikian, pria adalah pasangan wanita dan wanita adalah pasangan pria,
demikianlah takdir Tuhan menciptakan keduanya yang saling membutuhkan satu sama
lain.
Keadilan Sosial
Berbicara tentang keadilan, anda
tentu ingat akan dasar negara kita ialah Pancasila. Sila kelima Pancasila,
berbunyi: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” Dalam dokumen
lahirnya Pancasila diusulkan oleh Bung Karno adanya prinsip kesejahteraan
sebagai salah satu dasar negara. Selanjutnya prinsip itu dijelaskan sebagai
prinsip ” tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka”. Dari usul dan
penjelasan itu nampak adanya pembauran pengertian kesejahteraan dan keadilan.
Bung Hatta dalam uraiannya mengenai
sila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, menulis sebagai berikut ”
keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia
yang adil dan makmur” , Selanjutnya diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia
yang menyusun UUD 45 percaya bahwa cita-cita keadilan sosial dalam ekonomi
ialah dapat mencapai kemakmuran yang merata. Langkah-langkah menuju kemakmuran
yang merata diuraikan secara terperinci.
Panitia ad-hoc majelis
permusyawaratan rakyat sementara 1966 memberikan perumusan sebagai berikut :
“Sila keadilan sosial mengandung
prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan mendapat perlakuan yang adil dalam
bidang hukum, politik, ekonomi dan kebudayaan”.
Dalam ketetapan MPR RI No.II/MPR/
1978 tentang pedoman penghayatan dan pengalaman Pancasila (ekaprasetia
pancakarsa) dicantumkan ketentuan sebagai berikut.
Dengan sila keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang
sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Selanjutnya untuk mewujudkan
keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
- Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan;
- Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain;
- Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan;
- Sikap suka bekerja keras;
- Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Asas yang menuju dan terciptanya
keadilan sosial itu akan dituangkan dalam bergai langkah dan kegiatan, antara
lain melalui delapan jalur pemerataan yaitu :
- Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan,
- Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan;
- Pemerataan pembagian pendapatan;
- Pemerataan kesempatan kerja;
- Pemerataan kesempatan berusaha;
- Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi mudadan kaum wanita;
- Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air;
- Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan;
Keadilan dan ketidak adilan tidak
dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia
menghadapi keadilan / ketidak adilan setiap hari. Oleh sebab itu keadilan dan
ketidak adilan, menimbulkan daya kreativitas manusia. Banyak hasil seni lahir
dari imajinasi ketidakadilan, seperti drama, puisi, novel, musik dan lain-lain.
Macam – Macam Keadilan
- Keadilan Legal atau keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan
hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga
kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan
pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Than man behind the
gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto menyebutnya
keadilan legal. Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi
tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat.
Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan
fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah
membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara kepada masing-masing orang sesuai
dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang
tidak cocok baginya. Ketidak adilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap
pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan
menciptakan pertentangan dan ketidak serasian. Misalnya seorang pengurus
kesehatan mencampuri urusan pendidikan, maka akan terjadi kekacauan.
- Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan
akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal
yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated
equally). Sebagai contoh : Ali bekerja 10 tahun dan budi bekerja 5 tahun. Pada
waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan
sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp.100.000,-maka Budi
harus menerima Rp. 50.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama,
justru hal tersebut tidak adil.
- Keadilan Komulatif
Keadilan ini bertujuan memelihara
ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian
keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua
tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak
atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Contoh :
Dr.Sukartono dipanggil seorang
pasien, Yanti namanya, sebagai seorang dokter ia menjalankan tugasnya dengan
baik. Sebaliknya Yanti menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka
berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis saling mencintai.
Bila dr. sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada
keadilan komutatif. Akan tetapi karena dr. sukartono sudah berkeluarga,
hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan menghancurkan rumah
tangga. Karena dr. Sukartono melalaikan kewajibannya sebagai suami, sedangkan
Yanti merusak rumah tangga dr. Sukartono. menghancurkan rumah tangga. Karena
dr. Sukartono melalaikan kewajibannya sebagai suami, sedangkan Yanti merusak
rumah tangga dr. Sukartono.
Faktor-faktor lain yang
melatarbelakangi suatu keadilan antara lain :
1. Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa
yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya
sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah
kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya
dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut
satu kata dan perbuatan-perbuatan yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus
sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur juga menepati janji atau kesanggupan
yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam nuraninya
yang berupa kehendak, harapan dan niat.
Seseorang yang tidak menepati
niatnya berarti mendustai diri sendiri. Apabila niat telah terlahirdalam
kata-kata, padahal tidak ditepati, maka kebohongan disaksikan orang lain. Sikap
jujur perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan,
sedang keadilan menuntut kemulian abadi, jujur memberikan keberanian dan
ketentraman hati, agama dengan sempurna, apabila lidahnya tidak suci. Teguhlah
pada kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikan, serta jangan pula pendusta,
walaupun dustamu dapat menguntungkan.
Barang siapa berkata jujur serta
bertindak sesuai dengan kenyataan, artinya orang itu berbuat benar.Orang bodoh
yang jujur adalah lebih baik daripada oarang pandai yang lacung. Barang siapa
tidak dapat dipercaya tutur katanya, atau tidak menepati janji dan
kesanggupannya, maka termasuk golongan orang munafik sehingga tidak menerima
bel;as kasihan Tuhan.
Pada hakekatnya jujur atau kejujuran
dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama
hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa. Adapun
kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri kita sendiri karena kita melihat
diri kita sendiri berhadapan dengan hal baik buruk. Disitu manusia dihadapkan
kepada pilihan antara halal dan yang haram, yang boleh dan yang tidak boleh
dilakukan, meskipun dapat dilakukan. Dalam hal ini kita melihat sesuatu yang
spesifik atau khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada soal tentang jujur
dan tidak jujur, patut dan tidak patut, adil dan tidak adil.
Kejujuran bersangkut erat dengan
masalah nurani. Menurut M. Alamsyah dalam bukunya Budi nurani, filsafat
berfikir, yang disebut nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan
manusia. Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran, ketulusan dalam
meneropong kebenaran Moral maupun kebenaran Illahi. Nurani yang diperkembangkan
dapat menjadi budi nurani yang merupakan wadah yang menyimpan keyakinan. Jadi
getaran kejujuran ataupun ketulusan dapat ditingkatkan menjadi suatu keyakinan,
dan atas diri keyakinan maka seseorang diketahui pribadinya. Orang yang
memiliki ketulusan tinggi akan memiliki kepribadian yang burukdan rendah dan
sering yakin pada dirinya . karena apa yang ada dalam nuraninya banyak
dipengaruhi oleh pikirannya yang kadang-kadang justru bertentangan.
Bertolak ukur hati nurani seseorang
dapat ditebak perasaan moril dan susilanya, yaitu perasaan yang dihayati bila
ia harus menentukan pilihan apakah hal itu baik atau buruk, benar atau salah.
Hati nurani bertindak sesuai dengan norma-norma kebenaran akan menjadikan
manusianya memiliki kejujuran, ia akan menjadi manusia jujur. Sebaliknya orang
yang secara terus menerus berpikir atau bertindak bertentangan dengan hati
nuraninya akan selalu mengalami konflik batin, ia akan terus mengalami
ketegangan dan sifat kepribadiannya yang semestinya tunggal jadi terpecah.
Keadaan demikian sangat mempengaruhi pada jasmanimaupun rokhaninya yang
menimbulkan penyakit psikoneorosa. Perasaan etis atau susila ini antara lain
wujudnya sebagai kesadaran akan kewajiban, rasa keadilan ataupun ketidak
adilan. Nilai-nilai etis ini dikaitkan dengan hubunhan manusia dengan manusia
lainnya.
Selain nilai etis yang ditujukan
kepada sesama manusia, hati nurani berkaitan erat juga dalam hubungan manusia
dengan Tuhan. Manusia yang memiliki budi nurani yang amat peka dalam
hubungannya dengan Tuhan adalah manusia agama yang selalu ingat kepadaNya,
sebagai sang Pencipta, selalu mematuhi apa yang diperintahnya, berusaha untuk
tidak melanggar larangan Nya, selalu mensyukuri apa yang diberikan Nya, selalu
merasa dirinya berdosa bila tidak menurut apa yang digariskan Nya, akan selalu
gelisah tidur bila belum menjalankan ibadah untuk Nya. Berbagai hal yang
menyebabkan orang berbuat tidak jujur, mungkin karena tidak rela, mungkin
karena pengaruh lingkungan, karena sosial ekonomi, terpaksa ingin populer,
karena sopan santun dan untuk mendidik. Dalam kehidupan sehari-hari jujur atau
tidak jujur merupakan bagian hidup yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia itu sendiri.
2. Kecurangan
Kecurangan atau curang identik
dengan ketidak jujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun
tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur. Curang atau
kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau
orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh
keuntungan tanpa bertenaga dan usaha.
Kecurangan menyebabkan manusia
menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan
agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila
masyarakat sekelilingnya hidup menderita.
Bermacam-macam sebab orang melakukan
kecurangan, ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya ada empat
aspek yaitu:
- aspek ekonomi,
- aspek kebudayaan;
- aspek peradaban;
- aspek tenik.
Apabila ke empat aspek tersebut
dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan
norma-norma moral atau norma hukum, akan tetapi apabila manusia dalam hatinya
telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki,maka manusia akan melakukan perbuatan
yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan. Tentang baik dan buruk
Pujowiyatno dalam bukunya “filsafat sana-sini” menjelaskan bahwa perbuatan yang
sejenis dengan perbuatan curang, misalnya berbohong, menipu, merampas, memalsu
dan lain-lain adalah sifat buruk. Lawan buruk sudah tentu baik. Baik buruk itu
berhubungan dengan kelakuan manusia. Pada diri manusia seakan –akan ada
perlawanan antara baik dan buruk. Baik merupakan tingkah laku, karena itu
diperlukan ukuran untuk menilainya, namun sukarlah untuk mengajukan ukuran
penilaian mengenai hal yang penting ini. Dalam hidup kita mempunyai semacam
kesadaran dan tahulah kita bahwa ada baik dan lawannya pada tingkah laku
tertentu juga agak mudah menunjuk mana yang baik, kalau tidak baik tentu buruk.
3. Pemulihan Nama Baik
Nama baik merupakan tujuan utama
orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga
dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan
bagi orang/tetangga adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya.
Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau
boleh dikatakan nama baik atau tidak baik itu adalah tingkah laku atau
perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu antara lain
cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi
orang, perbuatan – perbuatan yang dihalalkan agama dan sebagainya.
Tingkah laku atau perbuatan yang
baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai dengan kodrat manusia yaitu ;
-
manusia
menurut sifatnya adalah mahluk bermoral,
-
ada
aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan
dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.
Pada hakekatnya pemulihan nama baik
adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya, bahwa apa yang diperbuatnya
tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak. Akhlak
berasal dari bahasa Arab akhlaq bentuk jamak dari khuluq dan dari akar kata
ahlaq yang berarti penciptaan. Oleh karena itu tingkah laku dan perbuatan
manusia harus disesuaikan dengan penciptanya sebagai manusia. Untuk itu orang
harus bertingkah laku dan berbuat sesuai dengan ahlak yang baik.
Ada tiga macam godaan yaitu ;
- derajad / pangkat,
- harta;
- wanita.
Bila orang tidak dapat menguasai
hawa nafsunya, maka ia akan terjerumus kejurang kenistaan karena untuk memiliki
derajat/pangkat, harta dan wanita itu dengan mempergunakan jalan yang tidak
wajar. Jalan itu antara lain, fitnah, membohongi, suap, mencuri, merampok, dan
menempuh semua jalan yang diharamkan.
4. Pembalasan
Pengertian pembalasan adalah reaksi
atas perbuatan orang lain yang dilakukan kepada kita yang kita ungkapkan baik
secara positif maupun negatif. Pembalasan merupakan suatu reaksi atau perbuatan
orang lain. Reaksi itu berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang,
tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Sebagai contoh ; A
memberikan makanan kepada B, dilain kesempatan b memberikan minuman kepada A.
Perbuatan tersebut merupakan perbuatan serupa, dan ini merupakan pembalasan.
Dalam Al-Qur`an terdapat ayat-ayat
yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan bagi yang bertaqwa kepada
Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah Tuhanpun
diberikan pembalasan, dan pembalasan yang diberikanpun pembalasan yang
seimbang, yaitu siksaan di neraka.
Pembalasan disebabkan oleh adanya
pergaulan , pergaulan yang bersabahat mendapat balasan yang bersahabat,
sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak
bersahabat pula.
Pada dasarnya manusia adalah mahluk
moral dan mahluk sosial. Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk
mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang
menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang
melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia lain.
0 komentar:
Posting Komentar